Kita, manusia Indonesia, kebanyakan sudah diajari menulis sejak taman
kanak-kanak. Kemudian di SD, kita juga diajari mengarang. Tentu masih
ingat bentuk karangan kita dulu waktu SD (Sekolah Dasar), iya betul,
karangan fiksi (semi non fiksi). Seperti kita mengarang, Liburan Di
Rumah Nenek, padahal saya tinggal di rumah nenek dan waktu itu belum
pernah liburan di rumah nenek saya dari Bapak, atau Mengarang tentang
KEMARAU, padahal saya kenalnya musim hujan dan musim panas, dan
lain-lain.
Pengalaman saya sendiri waktu SD saat ditugaskan mengarang tentang MUSIM
KEMARAU, saya dengan PD bisa mengarang penuh satu halaman, begitu
bangganya kalau kita bisa mengarang penuh satu halaman, tapi tahu tidak
isi karangan saya. Saya menuliskan bahwa musim kemarau itu diawali
dengan mendung dan hujan bergantian tiap hari, sehingga tanah menjadi
basah dan ternyata tanaman dan katak suka dengan musim kemarau.
He hehehe, begitulah, malu saya kalau mengingatnya.
Tapi semenjak kita lulus SMP, pelajaran mengarang kemudian hampir tidak
ada. Kita digembleng dengan tipe-tipe tulisan, diskriptif, narasi,
eksposisi, dan lain-lain. Dan ternyata untuk membedakan satu dengan yang
lainnya sampai sekarangpun aku masih kesulitan, kecuali ibu guru atau
bapak guru yang memberikan nilainya, baru aku percaya.
Begitu sulitnya mengarang, tapi begitu mudah menulis lepas. Iya menulis
itu mudah, bahkan berjam-jam bisa kita habiskan untuk menulis, dengan
tema apa saja, bahkan menghabiskan lembaran buku berapapun. Tapi itu
apabila dibaca oleh orang lain, maka kita akan berpikir dua sampai tiga
kali lipat. Bahkan mungkin kita akan mengatakan, “jangan dibaca ya, itu
tulisan saya, masih belum selesai” dan lain sebagainya.
Jadi menulis itu sebenarnya bukan sekedar menggunakan pena atau mesin
ketik dan yang lainnya hingga berwujud tulisan, namun menulis itu
sebenarnya adalah sebuah wujud dari si penulis atau wujud dari isi
tulisan.
Tulisan tersebut di saat di baca akan memberikan gambaran kepada pembaca
tentang penulis atau tulisannya dengan benar, tentunya. Misal contoh
tulisan saya tentang Musim Kemarau, sat SD kelas II, saya masih ingat,
tadi. Maka tulisan itu menggambarkan musim hujan, dan menggambarkan
bahwa penulis (saya) belum bisa membedakan antara musim hujan dan musim
kemarau.
Tanpa menggurui, saya akan mencoba memaparkan bagaimana saya menulis:
1. Pemilihan Tema
Dalam memilih tema saya tidak kemudian mencari, namun terkadang tema itu
datang sendiri. Seperti tulisan saya ini, pada awalnya saya tidak
berminat untuk menuliskan tentang tips menulis, namun kenyataan saya
suka menulis dan bisa menulis. Jadi kesimpulan saya, saya sebenarnya
punya tips menulis, sehingga selama ini saya bisa menulis, dan saya
seharusnya bisa menuliskan tips itu.
2. Menentukan Judul
Setelah mendapatkan tema, maka langkah kemudian adalah saya menentukan
terlebih dahulu judulnya, dan tidak jarang setelah selesai tulisan saya,
saya juga pernah mengedit judulnya menjadi judul yang baru agar sesuai
dengan isi tulisan saya. Namun tidak jarang saya tidak menuliskan
judulnya terlebih dahulu, karena materi yang saya miliki untuk menulis,
akan satu tema itu, sudah banyak, sehingga setelah semua terpaparkan
dalam tulisan baru saya beri judul yang sesuai.
3. Menuliskan Pendahuluan baru di susul Isinya
Mengerjakan tulisan dari umum ke khusus, dan ini bisa kita mulai dengan
kita memaparkan akan global dari tema, atau kita pisahkan suku kata
dalam tema itu menjadi pembahasan-pembahasan tersendiri, kemudian baru
kita memulai menuliskan inti permasalahn dari tema tersebut. Pendahuluan
tidak perlu banyak, dan permasalahan yang akan dibahas jangan juga
banyak, namun fokus. Dengan pembahasan yang banyak, itu yang saya suka.
Karena di saat saya menuliskan kebalikannya, akan terasa membosankan,
menurut saya.
4. Menuliskan Penutup
Penulisan penutup bisa kita sesuaikan dengan tema kita, apabila tema
kita itu luas kita bisa menutupnya dengan sebuah pertanyaan, dan kita
akan jawab pada seri tulisan berikutnya. Atau bentuk tulisan tunggal
yang kita bisa memberikan kata penutupnya dengan sebuah kesimpulan.
Dan ingat bahwa tanggungjawab kita setelah menulis adalah bersedia
menerima komentar, karena tulisan kita bukan untuk diri kita semata,
namun untuk dibaca oleh orang lain. Namun apabila tulisan yang dimaksud
adalah untuk diri pribadi saja, saya sarankan beli buku diary, yang
banyak di jual di toko buku, dan untuk menulisnya tidak perlu ada
tpsnya, itu adalah privasi pemilik Diary yaitu Anda atau saya.
http://unik.kompasiana.com/2011/05/06/menulis-bukan-melamun/