Sebelum ada TNI, sejak pra kemerdekaan hingga kemerdekaan,
komponen-komponen pejuang terbagi dalam beberapa kelompok, yaitu
Hisbullah, Peta (Pembela Tanah Air) dan Laskar-laskar.
Milisi Hisbullah merupakan campuran berbagai ormas Islam seperti Muhammadiyah, Masyumi, Syarikat Islam, dan NU.
Sedangkan milisi Peta (Pembela Tanah Air) mayoritasnya berasal dari
Muhammadiyah, dimana Jenderal Besar Sudirman merupakan salah satu
tokohnya.
Yang dimaksud dengan laskar-laskar, terdiri dari berbagai laskar
seperti laskar minyak, laskar listrik, laskar pesindu, laskar pemuda
sosialis dan laskar Kristen.Umat Islam dan TNI
Laskar pemuda sosialis dan laskar kristen adalah minoritas. Sedangkan
laskar minyak, listrik dan sejenisnya berasal dari komunitas sejenis
bajing loncat yang insyaf dan membentuk kekuatan rakyat dan bergabung
dengan Laskar mayoritas Hisbullah.
Pada 1946 terbentuk TKR (Tentara Keselamatan Rakyat) yang berasal dari
ketiga komponen tersebut, dan Hisbullah merupakan unsur yang paling
banyak (mayoritas).
Pada 1947, TKR menjadi TRI (Tentara Rakyat Indonesia), di bawah
pimpinan Panglima Besar Sudirman yang berasal dari Peta. Sebagai
wakilnya adalah Urip Sumoharjo seorang mantan tentara KNIL (tentara
Belanda) yang beragama Kristen.
Sejak saat itulah terjadi ketidak-adilan, dimana minoritas menguasai
mayoritas di tubuh (embrio) TNI. Kelak, para pejuang sejati dari
Hisbullah dan peta (terutama Hisbullah) digusur oleh mantan tentara
KNIL. Selain Urip Sumohardjo (mantan KNIL beragama Kristen), mantan
KNIL lainnya adalah Gatot Soebroto (Budha), Soeharto (Kejawen), dan
A.H. Nasution (nasionalis sekuler yang keberislamannya tumbuh setelah
digusur Soeharto).
Tentara KNIL adalah tentara Belanda yang memerangi tentara rakyat
Indonesia yang ketika itu sedang berusaha menggapai kemerdekaan.
Tentara KNIL adalah pengkhianat bangsa. Namun ketika Indonesia merdeka,
merekalah yang merebut banyak posisi di tubuh institusi tentara (TNI).
Sedangkan pejuang sejati terutama yang tergabung dalam Hisbullah
disingkirkan begitu saja.
Terbukti kemudian, ketika para pengkhianat itu memimpin bangsa ,
kehidupan kita menjadi penuh musibah. Soekarno, ketika rakyat bersusah
payah mengusir penjajah, ia justru membuat perjanjian damai dengan
Belanda. Sedangkan anak angkat Gatot Soebroto termasuk salah seorang
tokoh pemegang HPH yang menggunduli hutan kita.
Kahar Muzakar dan Kartosoewirjo
Pada tahun 1946 Kahar Muzakar (Panglima Hisbullah dari Sulawesi)
dikirim ke Yogya (Ibukota RI) untuk menghimpun kekuatan rakyat. Saat
itu Panglima Hisbullah Kalimantan adalah Hasan basri, yang berpusat di
Banjarmasin. Sedangkan Panglima Nusatenggara adalah Ngurah Rai yang
berpusat di Bali.
Sedangkan Kartosoewirjo adalah Panglima Hisbullah Jawa Barat. Ia terus
berjuang melawan penjajah Belanda.Pada 17 Januari tahun 1948, ketika
terjadi Perjanjian Renville (di atas kapal Renville) daerah yang
dikuasi rakyat Indonesai semakin kecil, karena daerah inclave harus
dikosongkan. Kartosoewirjo tidak mau mengosongkan Jawa Barat, maka
timbullah pemberontakan Kartosoewirjo tahun 1948 melawan Belanda.
Kala itu Kartosoewirjo selain harus menghadapi Belanda juga menghadapi
mantan tentara KNIL yang sudah bergabung ke TRI yang kala itu mereka
baru saja kembali dari Yogyakarta.
Kartosoewirjo yang berjuang melawan Belanda dalam rangka mempertahankan
Jawa Barat karena dia adalah Panglima Divisi Jawa Barat, justru dicap
pemberontak oleh Soekarno, sehingga dihukum mati pada 1962.
Menurut Dr. Bambang Sulistomo, putra pahlawan kemerdekaan Bung Tomo,
tuduhan pemberontak kepada Kartosoewirjo dinilai bertentangan dengan
fakta sejarah.
“Menurut kesaksian almarhum ayah saya, yang ditulisnya dalam sebuah
buku kecil berjudul HIMBAUAN, dikatakan bahwa pasukan Hizbullah dan
Sabilillah, menolak perintah hijrah ke Yogyakarta sebagai pelaksanaan
isi perjanjian Renvile; dan memilih berjuang dengan gagah berani
mengusir penjajah dari wilayah Jawa Barat. Keberadaan mereka di sana
adalah atas persetujuan Jenderal Soedirman dan Wakil Presiden Mohammad
Hatta. Pada saat clash Belanda kedua, pasukan TNI kembali ke Jawa Barat
dan merasa lebih berhak menguasai wilayah yang telah berhasil direbut
dengan berkuah darah dari tangan penjajah oleh pasukan Hizbullah dan
Sabilillah di bawah komando SM Kartosoewirjo. Karena tidak dicapai
kesepakatan, maka terjadilah pertempuran antara pasukan Islam dan
tentara republik tersebut…” (Lihat Buku “FAKTA Diskriminasi Rezim
Soeharto Terhadap Umat Islam”, 1998, hal. xviii).
Sehubungan dengan hal tersebut, Prof. Dr. Deliar Noor berkomentar:
“Kesaksian almarhum ayah saudara itu, persis seperti kesaksian Haji
Agoes Salim yang disampaikan di Cornell University Amerika Serikat,
tahun 1953. Memang perlu penelitian ulang terhadap sejarah yang ditulis
sekarang…“
Pada buku berjudul “Menelusuri Perjalanan Jihad SM Kartosuwiryo” (Juli
1999, hal. xv-xvi), KH Firdaus AN menuliskan sebagai berikut:
“…Setelah perjanjian Renville ditandatangani antara Indonesia dan
Belanda pada tanggal 17 Januari 1948, maka pasukan Siliwangi harus
‘hijrah’ dari Jawa Barat ke Yogyakarta, sehingga Jawa Barat dikuasai
Belanda. Jelas perjanjian itu sangat merugikan Republik Indonesia.
Waktu itu Jenderal Sudirman menyambut kedatangan pasukan Siliwangi di
Stasiun Tugu Yogyakarta. Seorang wartawan Antara yang dipercaya sang
Jendral diajak oleh beliau naik mobil sang Panglima TNI itu….“
“…Di atas mobil itulah sang wartawan bertanya kepada Jendral Sudirman:
‘Apakah siasat ini tidak merugikan kita?’ Pak Dirman menjawab, ‘Saya
telah menempatkan orang kita disana‘, seperti apa yang diceritakan oleh
wartawan Antara itu kepada penulis.
“…Bung Tomo, bapak pahlawan pemberontak Surabaya, 10 November dan
mantan menteri dalam negeri kabinet Burhanuddin Harahap, dalam sebuah
buku kecil berjudul ‘Himbauan’, yang ditulis beliau pada tanggal 7
September 1977, mengatakan bahwa Pak Karto (Kartosuwiryo, pen.) telah
mendapat restu dari Panglima Besar Sudirman…“
“…Dalam keterangan itu, jelaslah bahwa waktu meninggalkan Yogyakarta
pada tahun 1948 sebelum pergi ke Jawa Barat, beliau (Kartosuwiryo)
pamit dan minta restu kepada Panglima Besar TNI itu dan diberi restu
seperti keterangan Bung Tomo tersebut.
Dikatakan dengan keterangan Jenderal Sudirman kepada wartawan Antara di
atas tadi, maka orang dapat menduga bahwa yang dimaksud ‘orang kita’
atau orangnya Sudirman itu, tidak lain adalah Kartosuwiryo sendiri.
Apalagi kalau diingat bahwa waktu itu Kartosuwiryo adalah orang penting
dalam Kementerian Pertahanan Republik Indonesia yang pernah ditawari
menjadi Menteri Muda Pertahanan, tetapi ditolaknya. Jabatan Menteri
Muda Pertahanan itu ternyata kemudian diduduki oleh sahabat beliau
sendiri, Arudji Kartawinata. Dapatlah dimengerti, kenapa Panglima Besar
Sudirman tidak memerintahkan untuk menumpas DI /TII; dan yang
menumpasnya adalah Jenderal AH Nasution dan Ibrahim Adji. Alangkah
banyaknya orang Islam yang mati terbunuh oleh Nasution dan Ibrahim
Adji! Apakah itu bukan dosa…?”
Terbentuknya Kodam-kodam
Tahun 1950, TRI mereorganisasi membentuk divisi-divisi dalam bentuk TT
(Tentara Teritorium yang merupakan embrio Kodam. Ini merupakan awal
daripada AD (Angkatan Darat) dan PKI (Partai Komunis Indonesia)
berkuasa menguasai TRI melalui kodam-kodam (divisi-divisi).
Kala itu provinsi di Ind masih terdiri dari
1. Kalimantan, dengan ibukota Banjarmasin
2. Sulawesi,dengan ibukota Makassar
3. Sumatera Selatan, dengan ibukota Palembang
4. Sumatera Tengah, dengan ibukota Padang
5. Aceh, dengan ibukota Banda Aceh
6. Sunda Kecil (Bali, NTT, NTB), dengan ibukota Singaraja.
Pada Desember 1950 terjadi pengakuan kedaulatan RI. Dua bulan kemudian
Jen. Sudirman meninggal, kepemimpinannya dilanjutkan oleh Urip
Sumohardjo mantan tentara KNIL beragama Kristen. Sementara itu,
Panglima Divisi Sulawesi, Kahar Muzakar yang ditugaskan ke Yogya utk
menghimpun kekuatan rakyat di tahun 1946, jabatannya sebagai Panglima
Divisi Sulawesi diisi oleh Gatot Subroto mantan KNIL beragama Budha
yang anti Hisbullah.
Terjadi konflik antara Kahar dengan Gatot Subroto, sehingga diciptakan
situasi yang merugikan/merusak citra Kahar (putra daerah), akibatnya
Kahar melawan ketidakdilan dan ketidak benaran yang dihembuskan Gatot
Subroto.
Tahun 59/60 Kahar dinyatakan terbunuh dalam pertempuran, tetapi
jenazahnya tidak ditemukan. M. Jusuf pernah dikirim melawan Kahar,
mengalami kekalahan namun bisa selamat kembali ke Jakarta.
Tidak semua divisi mengalami pergolakan. Di Kalimantan Selatan, Ibnu
Hadjar menjadi Panglima KRJT (Kesatoean Rakjat Jang Tertindas).
Institusi ini di bawah Panglima Divisi kalimantan yang panglimanya
adalah Hasan Basri. Sedangkan Divisi Jawa Timur panglimanya adalah Jen.
Sudirman (sebelum meninggal dunia).
Ketidak-adilan di dalam tubuh TRI semakin terasa ketika orang-orang
dari Sulut yang beragama Kristen (dan mantan tentara KNIL) banyak
menduduki jabatan penting, antara lain Kol. Kawilarang (menjabat
panglima divisi Siliwangi), Kol. Ventje Sumual, dan sebagainya.
Apalagi kemudian AD memegang kendali pemerintahan, setelah Soekarno
tumbang. Soeharto yang mantan KNIL dan penganut Kejawen, kemudian
mengawali pemerintahannya dengan rasa benci yang mendalam terhadap
Islam.
Sebelum era Benny Moerdani, Soeharto menempatkan orang-orangnya seperti
Panggabean, Soedomo dan Ali Moertopo yang dengan baik memenuhi kemauan
Soeharto.
Ali Moertopo sukses dengan proyek Komando Jihad. Kemudian Soedomo juga
sukses dengan Kopkamtibnya “ngegebukin” umat Islam. Benny Moerdani
sukses dengan proyek Imran/Woyla dan Tanjung Priok. Try Soetrisno
sukses dengan proyek Lampung dan DOM Aceh, juga beberapa kasus seperti
Haur Koneng, dan sebagainya.
Jenderal M. Jusuf (orang Makasar) sempat didudukkan sebagai Pangab,
sebelum Benny. Ketika itu tekanan terhadap Islam agak mereda, perlakuan
ala binatang terhadap Tapol dan Napol Islam, agak berkurang ketika
Yusuf menjadi Pangab. Kesejahteraan prajurit pun membaik. Namun tidak
banyak yang bisa ia lakukan. Meski dari Makasar ternyata Yusuf tidak
semilitan Katholik abangan seperti Benny.
Di masa Benny, betapa sulitnya mendapatkan perwira Muslim yang menjabat
Komandan Kodim. Semuanya Kristen, hanya satu-dua saja yang Budha atau
Hindu. Pada umumnya Dandim adalah perwira Kopassandha (kini Kopassus).
Untuk menjadi perwira Kopassandha, rangkaian testing dilakukan hari
Jumat, sehingga prajurit yang masih loyal kepada agamanya, tidak bisa
ikut test. Akibatnya, dari puluhan perwira Kopassandha kala itu, hanya
satu yang Islam (abangan), dan satu Hindu atau Budha.
Penyingkiran secara sistematis ini sudah berlangsung sejak Panggabean,
yang meneruskan tradisi Urip Soemohardjo dan Gatot Soebroto, sejak awal
kemerdekaan terutama sejak wafatnya Jen. Soedirman.
Namun demikian untuk menghindarkan kesan diskriminatif, Benny merekrut
juga pemuda-pemuda Islam menjadi tentara (bukan perwira Kopassandha).
Tapi yang ia pilih yang tolol-tolol. Kalau ada pemuda Islam dari
keluarga baik-baik (militan) kemudian cerdas, pasti dinyatakan tidak
lulus testing dengan berbagai macam alasan.
Pemuda Islam tolol yang direkrut jadi tentara sebagian besar dikirim ke
Timor Timur untuk menyetorkan nyawa. Ada diantara mereka yang selamat,
seperti Ratono yang pernah terlibat kasus Priok. Ratono sampai kini
masih hidup semata-mata karena keberuntungan, atau setidaknya Allah
jadikan ia sebagai saksi hidup kebiadaban Benny dan para pendahulunya.
Tahun 1988 perseteruan Benny – Soeharto meruncing, terutama setelah
rencana kudeta yang gagal dari Benny cs terhadap Soeharto, yang
berakibat dicopotnya Benny dari jabatan Pangab dan digantikan Try.
Ketika Try menjabat Pangab (1989), Benny Moerdani kemudian menjabat
Menhankam. Anehnya, Try masih melapor kepada Benny, padahal seharusnya
ke presiden sebagai Pangti. Termasuk, laporan intelijen (ketika itu
BAIS masih di bawah Pangab) Try Soetrisno selalu meneruskannya ke Benny.
Tahun 1992 Try dipensiunkan dan menduduki kursi Wapres berkat usaha
gigih kalangan AD. Ketika itu sebenarnya Soeharto lebih condong ke
Habibie, namun berkat fait accomply Harsudiono Hartas yang ketika itu
menjabat Kassospol ABRI, akhirnya Try-lah yang baik mendampingi
Soeharto selama lima tahun (hingga 1997).
Kursi Pangab kemudian diisi Eddy Sudrajat. Di masa Eddy inilah tekanan
terhadap ummat Islam yang gencar dilakukan sejak Benny dan Try menjadi
Pangab, agak mengendor. Bahkan kemudian di Mabes berdiri mesjid,
sehingga para perwira dan prajurit bisa shalat Jum’at di Mabes.
Pada masa itu, Eddy Sudrajat sempat menjabat tiga jabatan sekaligus.
Selain masih menjabat KASAD dan Panglima ABRI ia pun dilantik sebagai
Menhankam. Semua jabatan itu satu per satu dilepaskan, kecuali
Menhankam. Jabatan KASAD dilimpahkan ke Wismojo dan Panglima ABRI
kepada Feisal Tanjung.
Di masa Feisal Tanjung, ummat Islam bisa bernafas lega. Tapol dan Napol
banyak yang dibebaskan, meski masih terkesan takut-takut. Bahaya
ekstrim kanan yang selalu dihembuskan sejak dulu, sirna dengan
sendirinya. Bahkan, lulusan pesantren bisa masuk AKABRI ya cuma di masa
Feisal Tanjung.
Sayangnya Feisal bersama Syarwan Hamid dituduh terlibat kasus 27 Juli,
yang sebagian besar korbannya ya ummat Islam juga. Pada masa inilah
muncul istilah ABRI hijau dengan konotasi negatif.
Setelah Feisal, Wiranto mendapat giliran menjadi Pangab. Wiranto semula
adalah kader Benny. Karenanya, ketika ia naik menjadi KASAD kemudian
Pangab, banyak juga yang waswas. Ketika Wiranto menjadi KASAD, perwira
Muslim di lingkungan KASAD digeser dan digantikan dengan Hindu atau
Budha.
Untung ada Prabowo. Sebenarnya Prabowo juga kader Benny, bahkan sejak
ia masih Letnan. Namun akhirnya Prabowo melihat ketidak-adilan yang
dibuat Benny, dan ia memberontak, sehingga jadilah Prabowo sebagai
musuh nomor satu Benny. Kalau tidak ada Prabowo, mungkin sampai kini
tidak ada yang bisa menjadi musuh Benny. Selain karena ia menantu
Presiden, Prabowo juga banyak uang sehingga bisa menetralisir pengaruh
“orang-orang Benny” di tubuh ABRI.
Meski Bowo jarang shalat, ia tetap saja dikategorikan sebagai ABRI
hijau, mungkin karena keberpihakannya. Berkat tekanan dari Prabowo dkk
akhirnya Wiranto tak berkutik. Bahkan belakangan ia ikut-ikutan menjadi
ABRI hijau. Sebuah pilihan yang pragmatis.
Wiranto akhirnya bisa juga berteman dengan Abdul Qadir Djaelani, dan
sebagainya. Dari sinilah lahir istilah aneh-aneh, seperti Pam Swakarsa,
dan sebagainya, yang kesemuanya itu cuma membuat malu umat Islam.
Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa sejak dulu yang namanya tentara
itu lebih banyak merugikan Islam. Kalau tidak memusuhi secara
terang-terangan, maka ia berbaik-baik sambil memberikan stigma.
Seharusnya ummat Islam menjaga jarak yang pas dengan tentara. Jangan
mau digebukin tetapi juga jangan sampai ditunggangi dengan alasan kerja
sama sinergis.
Sialnya, masih ada saja diantara umat Islam yang mau ditunggangi
tentara padahal dulu mereka sering digebukin. Rasanya, kemiskinanlah
yang membuat mereka seperti itu. ( M. Umar Alkatiri )
[sumber:swaramuslim]
Sunday, 14 February 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
ORIFLAME UNIVERSITY
WEB BERITA, KATAKAN!
profil muthofar hadi
Curikulum Vitepdf
Unduh Partai Republik Republik Islam Indonesia
Partai Republik Islam Indonesia
Award Backlink
AWARD LEBARAN
DAFTAR ISI
2ARTIKEL SAYA UNTUK KOMPETISI iB
(BANK SYARIAH) KOMPAS SEPT - OKT 2009
1. BANK SYARIAH
2. PENGALAMAN SAYA MEMILIKI TABUNGAN SYARIAH
HALAMAN UNTUK LINK SAHABAT
3. iB Kepanjangan dari Bank Islam
4. BANK DIBAGI DUA
5. Memilih Bank Indonesia, bank Syariah atau bank Dunia
Blog Archive
ALAMAT IP KAMU
The 6 Links
streetdirectory.co.id
SILAHKAN LIHAT SENDIRI
Muthofar Hadi Sponsor Umroh/Haji
PT Armina Reka Perdana adalah salah satu agen perjalanan Haji/Umrah di Indonesia yang sudah berdiri sejak 1990. Ikuti jamaahnya dan dapatkan kuotanya, Bergabung Klik di sini.
MENJADI tentara adalah pilihan terbodoh karena hanya dijadikan robot..diperintah kesana/kemari oleh penguasa cobalah kalau penguasa berhati jahat hanya inggin kekuasaan kita diperintah maksiat....tetapi kalau pemimpinya seperti ROSULULLAH SAW saya sanggat bangga diperintah
ReplyDeleteRasul Muhammad SAW was a nice leader
ReplyDelete