“Saladin Sang Raja
Mesir” (Saladin, King of Egypt) adalah julukan baginya. Julukan yang
mejadi symbol kekuasaannya. Saladin adalah sebuah nama yang tak bisa
lepas dari sejarah perang salib, perang yang begitu menggemparkan dunia.
Perang besar merebutkan kota suci Jerusalem, Kota suci bagi semua agama
samawi. Kota yang di dalamnya terdapat masjid Al Aqsho, juga
kota suci ketiga bagi umat islam selain Mekah dan Madinah. ratusan tahun
dibutuhkan untuk mengakhiri badai peperangan ini. Beribu bahkan berjuta
jiwa melayang menjadi korban dalam perang tersebut. Raymond d’Agilles,
bangsawan perancis yang juga termasuk salah satu pemimpin pasukan salib,
melihat dengan mata kepala sendiri dan menuliskan bahwa saat terjadi
pembantaian terhadap umat islam pada tahun 1099 M, genangan darah di
masjid melengkung itu mencapai setinggi lutut, dan mencapai tali kekang
kuda. Sekitar 70.000 jiwa penduduk muslim dibantai habis-habisan oleh
tentara salib saat itu.
Kaum Kristen
barat dirangsang kearah kegilaan agama oleh Peter sang pertapa untuk
menghancurkan islam dan membebaskan tanah suci Jerusalem. Hallam,
seorang sejarawan lebih lanjut menuliskan:”Segala cara dan alat
digunakan untuk merangsang tumbuhnya kegilaan yang mewabah. Pada masa
itu kalau ada tentara salib yang memikul tiang salib, maka ia berada
dalam keamanan dan terbebas dari semua pajak, sekaligus mendapat
kebebasan untuk melakukan perbuatan dosa.” Peter sang pertapa adalah
otak dari semua kegilaan yang dilakukan pasukan salib. Dalih misi agama
yang menjadi emban telah mereka kotori dengan berbagai perbuatan
asusila. Pembunuhan, pemerkosaan, dan berbagai penganiayaan mengahampiri
setiap muslim yang bertemu dengan tentara salib.
Perang salib
terjadi dalam beberapa gelombang, namun baru pada gelombang kelima
pasukan salib dapat menuai keberhasilan setelah mereka menaklukkan
bagian terbesar dari Syria dan Palestina, termasuk kota Jerusalem.
Kemenangan itu membuat pasukan salib semakin brutal. Pembantaian
habis-habisan mereka lakukan terhadap kaum muslim, bahkan anak kecil,
orang tua, dan wanita turut menjadi korban,kaum yang tak berdosa, tak
pernah mengenal apa arti peperangan. Jumlah nyawa muslim yang mereka
renggut pun tak hanya dalam hitungan jari, jauh lebih banyak ketimbang
pembantaian yang pernah dilakukan Jengish Khan atau Hulagu Khan, kaisar
Mongol.
Tak hanya manusia
yang jadi korban. Saat pasukan salib menduduki kota Antioch Syria, kota
yang tengah berkembang pesat dalam dunia pendidikan, mereka juga
membakar perpustakaan Tripoli yang memiliki koleksi buku sekitar 3 juta
jilid buku. Semua kegilaan dan kebrutalan itu mencapai puncaknya saat
pasukan salib mendapat dukungan dari raja-raja Jerman dan Perancis serta
raja Richard dari inggris yang berjuluk ”The Lion Heart” (si hati
singa).
Saat puncak
kebrutalan itulah Allah menampakkan kekuasaannya dengan melahirkan
seorang panglima besar pembebas kota Jerusalem. Dialah Saladin. Saladin
lahir dengan nama Salahudin Yusuf Ibn Ayyub di Tikrit, Irak dekat Sungai
Tigris pada tahun 1138 M. Ayahnya bernama Najmuddin Ayyub, berasal dari
keluarga kurdi yang tinggal di dekat danau Fan. Ayah Saladin bersama
pamannya, Asaduddin Syirkuh meninggalkan kampung halamannya dan pindah
ke daerah Tikrit (Irak),
tempat di mana sang panglima besar Saladin di lahirkan. Dari ayah dan
pamannya inilah Saladin belajar menjadi seorang ksatria tangguh. Apalagi
pamannya, Asaduddin Syirkuh adalah seorang panglima perang tangguh yang
selalu mendapat kepercayaan memimpin pasukan raja Syiria, Nuruddin
Mahmud untuk mengusir tentara salib dari Syiria dan Mesir.
Setelah berguru
ilmu militer pada pamannya, ia dikirim ke Mesir untuk menghadang
perlawanan Khalifah Fatimiyah pada tahun 1160 M. Kesuksesannya dalam
misi ini membuat pamannya duduk sebagai wakil di Mesir pada tahun yang
sama. Setelah belajar dari ayah dan pamannya, Ia dikirim ke Damaskus,
Suriah, untuk menimba ilmu pada Raja Nuruddin (Nureddin). Selama sepuluh
tahun ia berguru, ia sudah mahir dan lihai menjadi seorang panglima
perang.
Tahun 1181 M
saladin telah memegang tampuk kekuasaan di Damaskus setelah wafatnya
raja Nuruddin dan putra mahkota Malikus Salih yang sebelumnya sempat
mengasingkan diri ke Aleppo akibat pengaruh dan desakan dari keluarganya
sendiri terutama Gumusthagin. Saladin menikahi janda Nuruddin dan
menaklukkan dua kota penting Aleppo dan Mosul. Namun ia menjadi penguasa
yang bersahaja. Sedapatnya, ia selalu menghindari pertumpahan darah,
apalagi darah warga sipil. Misalnya, ia masih belum bereaksi saat
Raynald of Chatillon mengusik aktivitas perdagangan dan perjalanan
ibadah haji di Laut Merah, wilayah yang menurut Saladin harus selalu
menjadi wilayah bebas. Ia sadar bahwa perdamaian lebih baik ketimbang
permusuhan yang tiada akhir. Dalam setiap kesempatan Saladin selalu
berpesan pada pasukannya; ”Minimalkan pertumpahan darah, dan jangan
melukai wanita dan anak-anak!”. Saladin juga melakukan genjatan senjata
dengan tentara salib yang dipimpin Raja Frank dari Jerman. Kebijakan
Saladin ini disambut baik oleh umat muslim, mereka begitu
menjaga perdamaian yang telah mereka sepakati. Beda halnya dengan
pasukan salib, baru beberapa saat perjanjian itu disepakati, mereka
telah lalai. Dibawah kepemimpinan Renauld (Reginald) mereka membantai
sekelompok kafilah muslim yang melintas di markas mereka.
Pelanggaran
perjanjian ini membuat Saladin marah, ia tak rela harga diri umat islam
diinjak-injak. Saladin segera menyusun kekuatan, dengan strategi yang
jitu saladin mampu menjebak pasukan salib di dekat bukit Hittin.
Kemenangan pun dapat ia raih tanpa memberi kesempatan sedikitpun pada
tentara musuh untuk melakukan konsolidasi sehingga Saladin dapat
menguasai sejumlah kota seperti Nablus, Jericho, Ramallah, Caesarea,
Asruf, Jaffa, Beirut, dan Ascalon.
Perhatian Saladin
dan pasukannya kemudian dipusatkan pada kota Jerusalem yang saat itu
dikuasai tidak kurang dari 60.000 pasukan salib. Serangan demi serangan
yang dilancarkan Saladin dengan berbagai strategi handal membuat pasukan
salib menyerah pada akhir tahun 1187 M.
Jatuhnya
Jerusalem ke tangan islam ini membuat kaum Kristen marah dan semakin
kacau balau. Raja Jerman, Inggris dan Prancis segera menyusun kekuatan
guna menuntut balas dengan membentuk pasukan gabungan. Pasukan gabungan
itu akhirnya diberangkatkan di bawah kepemimpinan Raja Richard si hati
singa dari Inggris. Mereka mengepung kota Akra selama beberapa bulan
hingga akhirnya pasukan saladin menyerah dengan syarat tak satupun dari
umat islam boleh dibunuh. Saladin menjanjikan 200.000 keping emas
sebagai gantinya, jumlah yang dianggap cukup membanggakan. Namun, ketika
jaminan pembayaran itu terlambat, tanpa pikir panjang semua penduduk
Akra dibantai tanpa sisa oleh pasukan gabungan salib.
Kebengisan Raja
berhati singa ini kembali membangkitkan kemarahan Saladin. Segera ia pun
memimpin pasukannya untuk mengadakan serangan balasan kepada pasukan
gabungan Kristen. Demi menegakkan kalimat Allah dan menjaga kesuciannya.
Sepanjang garis pantai 150 mil dalam sebelas kali pertempuran pasukan
Saladin mampu memporak-porandakan pasukan gabungan. Pada bulan September
tahun 1192 M perdamaian pun tercapai. Pasukan salib meninggalkan medan
perang dengan kekalahan yang begitu menyakitkan. Dari 600.000 pasukan
yang dikirim, hanya 100.000 pasukan yang kembali ke Eropa.
Saat situasi
Jerusalem semakin kondusif dan mulai menunjukkan perkembangan, terdengar
kabar dari Eropa bahwa raja Richard si hati singa mengalami sakit
keras. Tidak seperti lazimnya orang biasa, mendengar musuhnya jatuh
sakit Saladin merasa iba, hatinya tergerak untuk menjenguk musuh yang
selama ini telah membantai ribuan pasukannya. Saladin pun bergegas ke
Inggris untuk menjenguk sekaligus mengobati raja Richard. Sebab, saladin
tak hanya menjadi panglima perang yang tangguh, ia juga seorang tabib
yang mahir. Dengan memakai baju khas inggris berikut topeng wajah
Saladin menemui raja Richard. Setelah pengobatan itu, betapa terkejutnya
raja Richard saat baju dan topeng itu ditanggalkan dari tubuh Saladin.
Raja Richard berkata;”Mengapa engkau tak membunuhku Saladin? Padahal
selama ini aku telah memusuhimu?”. Dengan penuh sahaja Saladin
menjawab;” Agamaku melarang membunuh musuh yang dalam keadaan lemah.”
Jawaban yang tulus dari orang yang memegang teguh ajaran agamanya. Tak
tercampur bias-bias nafsu di dalamnya.
Sejak saat itu
saladin mengabdikan hidupnya untuk memajukan kehidupan umat muslim
dengan membangun sarana-sarana kehidupan yang diperlukan. Saladin wafat
pada tanggal 4 Maret 1193 M. hanya ikat kepala dari baja, kuda, satu
dinar, dan 36 dirham uang yang ia tinggalkan sebagai warisan. Seluruh
harta kekayaan saladin telah banyak disumbangkan untuk kesejahteraan
umat islam.
Nama Saladin
harum di seantero dunia hingga kini. Bukan hanya kalangan Muslim,
kalangan non muslim juga sangat menghormatinya. Satu yang dicatat dalam
buku-buku sejarah; ”ketika pasukan Salib menyembelih semua Muslimin yang
ditemui saat mereka menaklukkan Jerusalem, Saladin memberikan amnesti
dan kebebasan bagi kaum Katolik Roma begitu ia menaklukkan Jerusalem.
Berikut sejarah
kehidupan Sultan Saladin dari tahun ke tahun:
1138: Lahir di
Tikrit, Irak, sebagai putra dari pimpinan kaum Kurdi, Najmuddin Ayub.
1152: Mulai
pekerja sebagai pelayan pimpinan Suriah, Nuruddin.
1164: Mulai
menunjukkan kepiawaiannya dalam bidang strategi militer dalam perang
melawan pasukan Salib di Palestina.
1169: Saladin
menjadi orang kedua dalam kepemimpinan militer Suriah setelah pamannya,
Shirkuh. Shirkuh menjadi wakil di Mesir namun meninggal 2 bulan
kemudian. Saladin menggantikannya. Namun karena kurang ada respons dan
dukungan dari penguasa, ia kembali ke Kairo yang menjadi pusat kekuatan
Dinasti Ayyub.
1171: Saladin
menekan penguasa Fatimi dan menjadi pemimpin Mesir dengan dukungan
kekhalifahan Abbasiah. Namun tidak seperti Nuruddin yang segera ingin
menggempur pasukan Kristen, Saladin cenderung lebih menahan diri. Inilah
yang membuat hubungan antar keduanya merenggang.
1174: Nuruddin
meninggal. Saladin menyusun kekuatan.
1175:
pemimpin pembunuh Syria melakukan dua usaha pembunuhan terhadap
saladin, namun usaha itu gagal.
1176:
Saladin mengepung benteng Masyaf, markas Rashideddin. Setelah beberapa
minggu, Saladin tiba-tiba menarik pasukannya dan
meninggalkan benteng secara damai.
1181 : Saladin
memegang tampuk kekuasaan di Damaskus setelah wafatnya raja Nuruddin dan
putra mahkota Malikus Salih.
1183: Penaklukan
kota di utara Suriah, Aleppo.
1186: Penaklukan
Mosul di utara Irak.
1187: Dengan
kekuatan baru, menyerang Kerajaan Latin Jerusalem dengan pertempuran
sengit selama 3 bulan.
1189: Perang Salib
III meluas di Palestina setelah Jerusalem di bawah kontrol Saladin.
1192:
Menandatangani perjanjian dengan King Richard I dari Inggris yang
membagi wilayah pesisir untuk Kaum Kristen dan Jerusalem untuk Kaum
Muslim.
1193: Meninggal
pada tanggal 4 Maret di Damaskus tidak lama setelah jatuh sakit.
Disarikan dari:
Alan K Bowman,
Egypt After Pharaohs 1986
RA Gunadi & M
Shoelhi, Dari Penakluk Jerusalem Hingga Angka Nol. Republika 2002
No comments:
Post a Comment