Monday 13 July 2009

Para Pelaku Perubahan

M. Hadi, Yogyakarta, Juni 2009

Bentuk merupakan sebuah ciri khas untuk bisa dikatakan sebagai kosa kata baku. Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki bentuk republik dengan bendera merah putih, bahasa Indonesia dan bertanah air dari sabang sampai merauke di tanggal 17 Agustus 1945.

Pada masa pemerintahan BJ Habibie wilayah Timur-Timur melepaskan diri, pada masa Megawati Sukarnaputri wilayah Lipadan-Sigitan lepas dan menjadi wilayah Malaysia.

Menunggu perubahan, bukan merubah. Semua akan mengatakan bahwa bangsa NKRI sudah berubah. Apa sebabnya? Bukan dari anak bangsanya sendiri yang merubahnya tetapi kehendak bangsa lain.

Kehendak bangsa lain terhadap bangsa Indonesia sudah lama sekali, dalam sejarah dikenal RIS, dan berhasil dikalahkan oleh kehendak bangsa sendiri menjadi RI.

Timur-Timur, Sipadan-Ligitan bukan terlepas tetapi dilepaskan. Kekuatan kehendak asing membangkitkan ketakutan akan HAM. Suara rakyat Indonesia dijatuhkan atas nama HAM. Rakyat Timur-Timur dipandang bukan rakyat Indonesia dan dimusuhkan dengan rakyat Indonesia. Di saat rakyat Timur-Timur menyuarakan merdeka, suara asing mengatakan itu HAM. HAM rakyat Timur-Timur untuk menjalankan negerinya dan berdaulat menjadi Negara.

Seluruh rakyat Indonesia diserang bahwa mereka telah melanggar HAM.

Rakyat mengatakan biarkan Timur-Timur memilih sendiri dengan referendum. Dengan ijin rakyat mereka mengadakan referendum dan berdirilah Negara Timur Leste.

Agen Perubah yang dulu ditahun 1997 diidentifikasi dan diidentikan dengan gerakan mahasiswa 1997 ternyata belum mampu merubah bangsa ini.

Bangsa ini telah berubah oleh kehendak asing bukan karena kehendak “bangsa Indonesia”. Seperti bangsa Indonesia saat diduduki Jepang ataupun Belanda bukan merupakan kehendak bangsa Indonesia namun kehendak bangsa asing, dan bangsa Indonesia menerima sebagai objek perubahan bukan pelaku perubahan.

Dulu pelaku perubahan bangsa ini berjuang untuk terbebas dari kehendak bangsa lain. Mereka berjuang bukan untuk kehendak mereka atau keluarga mereka sendiri.

Bagaimana mungkin mereka melakukan hal itu? Padahal mereka tidak punya ikatan keluarga dengan yang diluar keluarganya, tetapi mereka memperjuangkannya.

Kondisi tersebut salah satunya mereka berada di bawah kekuasaan asing yang dirasakan oleh seluruh rakyat bangsa ini.

Tahun 1998 rakyat diawali oleh kaum pelajar negeri ini melakukan perubahan dengan reformasi. Tahun 1999 reformasi kaum pelajar ini tidak menghasilkan pemimpin baru dari kaum terpelajar itu sendiri, sehingga tahun 1999 (setelah Pemilu 1997) mengadakan pemilu lagi. Kaum terpelajar kembali melakukan perubahan pada pemilu 1999 dengan pemilu multi partai dan menghasilkan Presiden dan Wapres di MPR RI Gus Dur dan Megawati.

Tahun 2002 kaum reformis-revolusioner dari kalangan pelajar kembali bergerak mengadakan perubahan, dengan turunnya Gus Dur dan digantikan oleh Megawati-Hamzah Haz. Di akhir pemerintahan Megawati kembali kaum terpelajar meneriakkan perubahan untuk tidak menerima Presiden Wanita. Hasilnya pada pemilu 2004 diadakan pemilu Pilpres dan anggota MPR.

Pemilu pertama Pilpres ini dilaksanakan dua putaran, dengan suara pemilih terbanyak pada SBY-JK.

Pada masa kekuasaan 2004 – 2009 tidak ada perubahan yang dilakukan oleh kaum terpelajar, sedikit dari mereka yang dari tahun 1997 melakukan perubahan-perubahan sudah menduduki kursi di MPR maupun lembaga pemerintah lainnya.

Peran apa yang dirasakan, adalah fungsi peran presiden menjadi tidak penting. Karena presiden hanya sebagai penyelenggara dan perubahan itu ada ditangan kaum terpelajar.

Hampir seluruh perubahan seperti turunnya harga BBM, sekolah geratis, swasembada beras merupakan realisasi dari suara kaum terpelajar yang dilaksanakan oleh Presiden. Kaum terpelajar melakukan perubahan untuk negeri Indonesia dengan demonstrasi. Dan hasilnya seluruh kebijakan pemerintah saat ini adalah hasil dari demonstrasi kaum terpelajar yang menyuarakan perubahan dari kepemimpinan SBY-JK.

SBY-JK menyisakan waktu beberapa hari lagi, dan terlihat bahwa tanpa adanya campur tangan kaum terpelajar mereka tidak bisa apa-apa. Ambalat akan dirampok diam seribu bahasa, dan harus dilakukan oleh kaum terpelajar terlebih dahulu. Namun PR yang tinggal beberapa hari ini tidak bisa dilaksanakan seluruhnya karena begitu banyaknya PR.

Pilihannya sekarang adalah kaum perubah ini harus memegang kekuasaan agar tidak selalu mengarahkan perubahan dengan demonstrasi. Hal ini bisa dibenarkan karena suara dari mereka yang memang diterima oleh rakyat, baik yang dahulunya tidak menginginkan perubahan kearah itu maupun yang menginginkannya.

Terlalu lama bagi kaum terpelajar untuk mengulangi kepemimpinan dikembalikan kepada mereka yang telah menuai demonstrasi dari kaum perubahan ini. Mungkin di saat itu negeri ini kaum terpelajar akan berada dalam kondisi dilema sehingga penentu perubahan selanjutnya adalah asing seperti di tahun 1999. Beranikah kaum terpelajar untuk menyuarakan agar seluruh rakyat tidak memilih orang yang menuai demonstrasi (SBY-Megawati)?

Keberanian itu sekarang yang akan menentukan perubahan dari bangsa untuk bangsa, atau mereka akan terus menerus melakukan perubahan dari jalan raya dengan demonstrasi.

Friday 3 July 2009

BERANTAS KORUPSI ! "SELAMATKAN INDONESIA"

Antikorupsi, Jangan Cuma Janji Kampanye

KPK
Antikorupsi, Jangan Cuma Janji Kampanye
Kamis, 2 Juli 2009 | 05:24 WIB


Vincentia Hanni S

Pada 28 Oktober 1977, ribuan polisi Hongkong turun ke jalan. Mereka mendemo kantor Independent Commission Against Corruption Hongkong, merusak gedung ICAC, dan melukai para pegawai ICAC. Komisi Antikorupsi Hongkong telah menangkapi dan menyeret ribuan polisi yang terlibat dalam korupsi dan pemerasan ke pengadilan. Bahkan, ICAC berhasil menangkap dan membawa pulang Peter Fitzroy Godber, kepala polisi yang punya aset 4,3 juta dollar Hongkong dan menyembunyikan 600.000 dollar AS di sebuah bank di Kanada.

Tindakan agresif ICAC menimbulkan perlawanan dari polisi dan tekanan luar biasa dari polisi. Para polisi menuntut kepada Gubernur Sir Murray McLehose agar mengeluarkan amnesti untuk korupsi. Kini Hongkong menjadi tempat bersih dari korupsi dan ICAC menjadi percontohan banyak negara yang punya komitmen memberantas korupsi.

Korupsi telah menjadi musuh banyak negara. Sejumlah negara bahkan memfokuskan pembersihan aparat penegak hukum, seperti jaksa dan polisi.

Presiden Meksiko Felipe Calderon yang mulai menjabat pada 1 Desember 2006 menyadari betul bahwa masa depan demokrasi Meksiko dipertaruhkan bila Pemerintah Meksiko tidak lekas memberantas korupsi dan kejahatan terorganisasi.

”Apa yang dipertaruhkan kini bukan hanya hasil sebuah pemilu, melainkan masa depan demokrasi. Bertahun-tahun… kejahatan dan korupsi dibiarkan tumbuh meluas dan merasuk. Mungkin orang mengira, korupsi ini adalah suatu hal yang bisa dikendalikan,” ujar Calderon.

Beberapa jam setelah Calderon memperingatkan mengenai korupsi, agen federal menangkap sedikitnya 50 anggota polisi lokal dan negara bagian di Negara Bagian Hidalgo.

Banyak kepala negara kini menyadari, tanpa memberantas korupsi dan kejahatan terorganisasi, pemerintahan dan negara yang mereka kelola tidak akan pernah maju. Hanya akan berjalan berputar-putar. Untuk itu, banyak kepala negara berkomitmen ingin memutus rantai korupsi.

Namun, upaya mereka tidak mudah. Perlawanan para koruptor dan instansi yang dibersihkan pastilah muncul. ICAC dan juga Pemerintah Hongkong mendapat perlawanan keras dari aparat kepolisian ketika tindakan tegas mereka membersihkan tubuh kepolisian.

Upaya di Indonesia

Di Indonesia, upaya pemberantasan korupsi selalu berujung pada kematian lembaga antikorupsi. Pada tahun 1967, pemerintah membentuk Tim Pemberantasan Korupsi yang dipimpin Jaksa Agung Sugih Arto. Penasihatnya adalah Menteri Kehakiman, Panglima ABRI, dan Kepala Polri. Kemudian tim ini dibubarkan.

Tahun 1970, Soeharto membentuk Komisi Empat yang terdiri dari empat tokoh, yaitu Mohammad Hatta, Anwar Tjokroaminoto, Herman Johannes, dan Soetopo Yoewono. Tak tanggung- tanggung, Hatta langsung ditunjuk menjadi ketua dan ditugasi menemukan penyimpangan di Pertamina, Bulog, serta penebangan hutan. Meskipun hasilnya cukup menggembirakan, Komisi Empat akhirnya dibubarkan. Pada saat yang bersamaan, eksponen Angkatan 66 mendirikan Komisi Antikorupsi. Akbar Tandjung duduk menjadi salah seorang anggota.

Tahun 1977, pemerintah melaksanakan Operasi Penertiban (Opstib) untuk memberantas korupsi. Tahun 1982, pemerintah membentuk tim gabungan yang beranggotakan Pangkopkamtib, Ketua MA, Jaksa Agung, Kepala Polri, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Tim ini mengambang karena keputusan presiden pembentukannya tidak pernah keluar.

Pada zaman Presiden Abdurrahman Wahid dibentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) di bawah Jaksa Agung dengan anggota jaksa, polisi, serta wakil masyarakat. Akhirnya, TGPTPK dibubarkan pada tahun 2001 setelah gugatan judicial review terhadap pembentukan TGPTPK dikabulkan Mahkamah Agung. TGPTPK mendapat perlawanan karena sebelumnya mengungkap kasus Endin mencuat, yaitu pemerasan yang dilakukan para hakim agung kepada Endin.

Hancurnya lembaga antikorupsi ini mulai terjadi jika mereka sudah menyentuh kelompok tertentu. Pelajaran dari bubarnya TGPTPK, misalnya, mereka hancur dan dibubarkan ketika mereka menyentuh kelompok para hakim yang diduga masih terlibat dalam praktik perdagangan perkara dan mafia peradilan.

Akhir tahun 2003, sejarah baru tertulis, Komisi Pemberantasan Korupsi terbentuk. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, komisi antikorupsi ini mulai bekerja sejak awal tahun 2004. Kini, KPK berada di ujung tanduk. Bahkan, meski komisi ini sudah mampu menggetarkan para koruptor dengan tindakan-tindakannya yang spektakuler, serangan balik tak henti-hentinya selalu ditujukan kepada komisi ini.

Gebrakan KPK

Prestasi KPK telah membuat sejumlah kalangan, tak cuma koruptor, bahkan kalangan pemerintah dan partai politik di DPR, pun mulai merasa gerah. Terlebih ketika KPK mulai menangkapi para anggota DPR dan para pejabat pemerintah yang terlibat dalam kasus korupsi.

Eksistensi KPK terancam setelah DPR dan pemerintah hingga kini belum juga menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Sebelumnya, RUU Pengadilan Tipikor lama berada di tangan Departemen Hukum dan HAM, lebih dari dua tahun. Belum lagi keberadaan hakim ad hoc tipikor dipersoalkan.

Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Diansyah, mengatakan, serangan balik koruptor tidak hanya berasal dari luar KPK dan legislasi. Mereka diduga juga ”menanam” orang di dalam institusi KPK, yang kemudian malah melemahkan semangat pemberantasan korupsi. ”Menanam” orang di dalam KPK untuk mengamankan kepentingan pihak tertentu dilakukan saat pemilihan pemimpin KPK periode 2009-2012.

Sejumlah kalangan—ketika proses seleksi calon pimpinan KPK periode 2009-2012—sudah mengingatkan DPR untuk memilih orang yang tepat dengan rekam jejak yang baik. Ternyata, para calon yang memiliki integritas dan kompetensi justru malah terpinggirkan dan DPR memilih calon yang lain.

Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional Indonesia Teten Masduki mengatakan, DPR dan pemerintah tidak bisa menyalahkan sistem yang ada di dalam KPK, termasuk sistem penyadapan di KPK, sebab sistem tersebut sudah baik dan mendapat sertifikasi internasional dari European Telecommunication Standards Institute.

”Problemnya terletak pada sistem rekrutmen pemimpin KPK yang ada di DPR. Sistem sebaik apa pun dibangun kalau berada di tangan yang salah, akan disalahgunakan,” kata Teten.

Kasus Antasari

Kini kasus Antasari Azhar, Ketua KPK nonaktif, telah bergeser dari kasus dugaan pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen ke persoalan sistem penyadapan KPK.

Sejumlah kalangan mencurigai agresivitas polisi dalam memeriksa Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah terkait soal penyadapan.

”Di mata publik, seakan-akan polisi bicaranya soal kasus Antasari, tetapi jangan-jangan ini semacam preemptive action. Bagi orang yang cermat membaca peristiwa ini, kita bisa merasakan betul sebuah keanehan dari sikap polisi yang sibuk mengejar soal penyadapan KPK. Seolah-olah KPK bekerja sama membantu Antasari membunuh Nasrudin. Itu kan tidak masuk akal,” ujar Hamid Chalid, Ketua Pengurus Masyarakat Transparansi Indonesia.

Febri Diansyah dari ICW mengatakan, ”Publik mempertanyakan agresivitas kepolisian yang berlebihan terhadap KPK. Kami khawatir ada sekelompok orang di kepolisian yang memang sengaja ingin melemahkan KPK.”

Ketiga pasang calon presiden- calon wakil presiden, Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto, Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, dan Jusuf Kalla-Wiranto, dihadapkan pada pekerjaan rumah besar, yaitu persoalan korupsi yang telah merajalela dan birokrasi yang gemuk dan korup.

Serangan balik yang keras dari aparat kepolisian tak menjadikan ICAC dan Pemerintah Hongkong surut. Bahkan, dengan konsistensi dan komitmen yang kuat untuk membersihkan Hongkong dari korupsi, kini Hongkong menuai hasil. Kini Hongkong menjadi salah satu tempat paling bersih dari korupsi, dengan aparat kepolisian yang bersih dari korupsi.

Indonesia, bila ingin bersih dari korupsi, tentu bukan membutuhkan janji kampanye para capres saja, melainkan juga komitmen yang kuat untuk memberantas korupsi secara konsisten. Bila tidak, hanya mimpi memiliki Indonesia yang bersih dari korupsi. (causes di facebook)


ORIFLAME UNIVERSITY

Blog Archive

ALAMAT IP KAMU

streetdirectory.co.id

Muthofar Hadi Sponsor Umroh/Haji

PT Armina Reka Perdana adalah salah satu agen perjalanan Haji/Umrah di Indonesia yang sudah berdiri sejak 1990. Ikuti jamaahnya dan dapatkan kuotanya, Bergabung Klik di sini.